Jumat, 12 Juli 2013

Jika puasa latihan menahan diri, itu ada dimana?

Sebentar lagi ramadan. Ayeee. <--- Karna ditulis sebelum puasa. Males edit jadi kasih komentar tambahan aja :|

Akhirnya Ramadan datang lagi. Bulan yang katanya penuh ampunan dan juga rizki yang berlimpah. Tapi sebagai konsekuensinya umat diajak untuk bisa menahan nafsu, amarah, syahwat, pokoknya semua yang negatif. 

Di bulan ini juga umat dididik untuk bisa merasakan penderitaan dari si miskin yang selama ini kesulitan untuk makan. Dengan adanya puasa maka diharapkan kita bisa lebih toleran dan dermawan dengan sesama kita. 

Jadi kurang lebih seperti itulah Ramadan. Dengan begitu banyak nilai positif didalamnya tentu akan menjadi kegembiraan bagi mereka yang benar-benar merayakannya. Pahala amalan wajib dilipatgandakan, pahala sunnah dijadikan seperti wajib. Super. 

Namun tampaknya ada anomali antara yang terjadi di lapangan dengan apa yang diperintahkan. Orang beramai-ramai puasa bukan untuk merasakan penderitaan orang miskin. Kenapa? Karena kita tahu waktu buka puasa hidangan yang kita makan akan luar biasa nikmatnya.

Tau darimana?

Coba jalan-jalan ke Bendungan Hilir atau lokasi lain tempat orang menjajakan takjil. Lihat disana. Pedagang takjil mendapatkan penghasilan yang luar biasa dalam satu bulan. Bahkan banyak dari mereka yang memang dadakan jadi pedagang untuk bisa meraup pundi-pundi uang di bulan suci ini. 

Rezeki kah itu? Atau sekadar memanfaatkan momen untuk mendapatkan pemasukan lebih banyak dibulan menahan nafsu?

Mungkin memanfaatkan momen untuk meraih rezeki :)  jangan suudzon ah Alfin. Puasa itu kan menahan nafsu yang jelek. Kalo mencari rezeki kan enggak walaupun si artis siang sore subuh malem ada di acara tipi. #eh

Baiklah tak usah ditilik dari pedagang. Kita beralih ketempat lain yang memang sudah jelas dilarang. Yakni ranah makanan. 

Kita dilarang makan saat bulan puasa toh. Menahan lapar selama 12 jam. Tapi kenapa konsumsi daging dan bahan pangan lainnya meningkat?

Tahun lalu bahkan di Manado dilaporkan oleh dinas peternakan setempat konsumsi daging sapi meningkat 300 persen. 300 persen?????

Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) juga melansir hal yang sama. Untuk panganan dan minuman olahan juga ada kenaikan hingga 50 persen konsumsi. Bahkan untuk biskuit dan sirup kenaikannya bisa lebih dari dua kali lipat. Para pengusaha ini sudah tau siklusnya. Menjelang lebaran kapasitas produksi diperbesar. Mereka tahu jika puasa adalah bulan menahan nafsu, tapi lebaran adalah mengumbar semua nafsu.

Sebelum masuk ke lebaran masih ada satu sektor lagi yang mau dibahas. Pakaian. Mungkin ga ada imbauan untuk menahan nafsu belanja di bulan puasa membuat orang bisa khilaf mata di bulan puasa apalagi menjelang lebaran. 

Saat bulan puasa kita disuruh merasakan penderitaan si miskin tapi saat lebaran kita langsung membuat jarak setinggi langit dengan mereka. Semua orang berbelanja. Ambil benchmark Tanah Abang. Surga belanja pakaian. Semua ada disana dari mulai burqa sampai miniset #eh :| 

Tiap tahun pasti ada aja tugas untuk ngecek ke Tenabang berapa omzet mereka dan berapa peningkatannya. Rata-rata semuanya naik penjualannya hingga dua kali lipat di pertengahan Ramadhan. Kebanyakan pembelian itu permintaan dari daerah. Jadi belinya biasanya satu karung. Menjelang lebaran biasanya pembeli lebih banyak yang datang, tapi hanya membeli satuan. Jadi omzet lebih kecil daripada pertengahan. 

Kalau kata salah seorang pemilik toko sih menjelang akhir itu "rame doang yang mondar-mandir, tapi kebanyakan liat-liat aja, beli mah enggak," katanya. 

Tapi ada satu jenis baju yang dijual salah satu pedagang yang ga laku. Batik.......

Entah kenapa, dia juga ga tau alesannya apa. Tapi setiap pedagang batik yang gw tanya "naik berapa bu omzet bulan puasa?" Jawabannya "Apaan yang naik, ini aja udah jam 12 belom ada yang laku," katanya.

Masalah lainnya. Masalah buka puasa bersama. 

Kalo lw udah kerja bakalan ada buka puasa bareng temen SMA, SD, TK, MTS, Kuliah, Fakultas, KPM, Hima, PKL, PMS, PSMS (tau ini apa artinya).................

Coba diitung, berapa kali buka puasa bareng selama Ramadan. Berapa pengeluarannya. Pengalaman saya sewaktu kuliah puasa itu memang menghemat biaya hidup. Toh siang ga makan. 

Tapi begitu buka puasa, biaya hidup membengkak. Hahahaha. Semuanya dibeli. Coba kita bedah satu-satu. Kalau hari biasa kita cukup makan sama minum aja ya anggap nasi goreng sama es teh manis. 

Coba jujur sama diri sendiri. Buka puasa kita butuh apa aja? Pertama es buah, lalu cemilan semacam gorengan kayak pisang goreng, tahu isi, tempe dan kawan kawan. Itu belum dihitung main course nya. Lalu abis main coursenya pasti ada embel-embel masih laper dan pengen makan buah-buahan.  

Ya semua itu benar, soalnya kan abis menahan lapar seharian:p

Satu fakta yang paling gamblang keliatan di beberapa berita harga pangan pokok di semua media massa. Harga cabe rawit sampe 100 ribu. 100 ribu!!! Menteri kerjanya apa sih ini. Cabe merah biasa 80 ribu. 

Daging 80 ribu sampe 100 ribu. Daging ayam bahkan sempet 50 ribu. Dan mentrinya masih pada tenang-tenang aja. 

Kita balik lagi ke persoalan puasa. Hahaha. Yang itu jangan dibahas di blog. 

Iyak,  jadi kenaikan harga itu ada beberapa penyebabnya seperti yang kita tau dari SMP. Penyebab pertamanya pasokan yang sedikit. Itu terjadi sama cabe rawit. Tapi buat ayam? Sapi? Cabe merah? Bawang yang sekarang lagi panen raya?

Sisanya naik karena yang kedua. Permintaan tinggi. Jadi harga naik di bulan puasa emang dianggap wajar. 

Dari semua contoh itu dimana letak puasa itu menahan diri?

Ya mungkin ada beberapa contoh lagi yang banyak terjadi dilapangan. Tapi cukup lah kayaknya buat melihat bulannya dimana semua diharuskan menahan diri tapi berubah hanya menahan lapar. 

Ini hanya satu persepsi yang diangkat. Tidak mungkin semua orang seperti ini. Tidak mungkin juga tidak ada orang yang seperti ini. Karna keberadaan orang seperti inilah tulisan ini tercipta. Tsaaah. Hahaha. 

Mohon maaf ya kalau ada salah-salah kata om tante. Baru masuk bulan puasa udah bikin kesel orang lagi. Hahaha. 




In order to write experimentally, you have to be willing to “affirm” your own stupidity.

-- Brian Massumi

Kamis, 13 Juni 2013

Cinta Dewasa?

Cinta secara dewasa?



Apa itu?

Lalu ada cinta kekanak-kanakan?

Pemikiran ini udah lama muncul tapi belum sempat diabadikan dalam bentuk tulisan. Belum sempat juga dipublikasikan baik lisan ataupun tu TETOTTTT 

*mengulang kata tulisan* 

:| :| :| 


Sebetulnya gw juga ga tau entah kenapa post ini kepikiran untuk ditulis. ga ngerti juga kenapa tiba-tiba ide ini muncul. Mungkin ini tulisan pertama bertema cinta di blog ini. hahahaha

silakan dinikmati kawan :)

Dulu sempet mikir kenapa cinta yang dirasakan sama orang tua ke anak berbeda dengan cinta kita ke pasangan? Cinta dari orang tua ke anak itu lembut sedangkan cinta ke pasangan itu penuh birahi dan menggebu-gebu. 

Sempat ada satu akun di twitter membahas ini juga. Ia bilang yang ada pada pasangan itu bukanlah cinta, tapi romansa. 

tapi menurut saya cinta antara ibu dan anak adalah cintah yang sama dengan cinta anda kepada pasangan anda. Saya, dalam tulisan ini, mencoba berfikir melebihi usia dan pengalaman saya selama ini. Mungkin bisa benar, mungkin bisa salah. Tapi toh kalau salah tak mengapa, toh masih muda.  hahahaha

Lalu apa yang membedakan kedua cinta yang memang beda tapi sama itu? Sesuai judul. Dewasa. 

Cinta yang masih muda, baru, dan hijau ini punya ciri-ciri tertentu. Cinta hijau ini cenderung menggebu-gebu, berapi-api. Tsaaaaah. 

Coba lihat pasangan yang baru meresmikan hubungannya. Baru satu jam abis ketemu selama 6 jam udah ngerasa kangen lagi. Hadoooh. Ngaku lw semua!!!




Di fase kekanak-kanakan ini rasanya pengen ada di sisi pasangan selalu, baik saat terik ataupun hujan, siang ataupun malam, kenyang ataupun kebelet ee. 

Di masa ini cinta kita begitu berapi-api. Masalah mantan sama cewe atau cowo lain yang deket itu bisa jadi perkara berat. Masa ini adalah masa saling curiga mencurigai satu sama lain. Ibarat kucing satu sama lain baru ngendus-ngendus bau pasangannya. 

Semua pasangan itu saling curiga. Cuma bedanya ada yang diungkapkan secara langsung ada yang ngorek-ngorek info ke temennya, ada yang liat-liat jejaring sosial dan ada yang ngelakuin semuanya sekaligus. Yang ngelakuin sekaligus ini dibagi dua juga, pertama yang bilang-bilang kedua yang diem-diem aja seolah-olah ga ada masalah. 

Apa cinta kenanak-kanakan itu cuma ada di pasangan aja?

Ga juga. Coba liat hubungan antara anak dengan ayah atau ibu. Masa-masa awal adalah masa paling emosional. Masa dimana ga bisa pisah sama anak barang semenit. 

Sama kayak ayah, cinta untuk sang anak masih menggebu-gebu. Segera pengen pulang dari tempat kerja dan ketemu sang anak. 

Pada masa kekanak-kanakan ini salah satu pihak masih belum yakin jika jalinan yang mereka rasakan adalah hal yang sama. Sang ibu belum yakin jika sang anak tau apa yang ia rasakan dan juga belum tau apa yang dirasakan anaknya kepadanya. 

Pasangan muda-mudi pun sama-sama belum tau apakah betul pasangan mereka benar merasakan sama apa yang mereka rasakan. 

Namun seperti umur dan pemikiran yang berubah, begitu juga cinta. Seiring perjalanan akan terbukti bagaimana cinta itu. Sang ibu atau ayah sudah yakin jika sang anak mencintai mereka dna merasakan hal yang sama. Begitu juga pasangan. Sudah tidak ada rasa saling mencurigai memang terlalubanyak tau tentang pasangannya. 

Di fase dewasa ini cinta akan semakin landai. Tidak ada intrik-intrik yang melanda seperti cinta yang muda. Sang orang tua sudah tau jika sang anak mengerti jika itu adalah orang tua mereka. Begitu juga pasangan, mereka saling mengerti jika aku adalah miliknya. 

Di masa ini cenderung membosankan. Mungkin tidak akan ada kata-kata aku mencintaimu yang dulu diucapkan menggebu-gebu ketika cinta itu masih muda. 

Berapa sering orang tua mengutarakan cinta kepada anak bayinya? Setiap hari, bahkan tiap bertemu. Tapi ketika cinta itu dewasa, seberapa sering kata itu diucapkan? Tentu semua orang punya jawabanya. 

Begitu pula dengan pasangan. Pasangan yang sudah berumur puluhan tahun berapa kali mengungkapkan cintanya kepada pasangannya?

Di fase ini, cinta bukan lagi sekadar untuk diungkapkan dan diyakinkan  tapi dijalankan. 

Apa perlu lagi kata cinta diucapkan jika setiap hari kamu memasak untuk orang yang kau cintai, mengurusi pasanganmu dan mencari nafkah untuk mereka. 

Di tingkat kedewasaan ini adalah tingkat dimana kepercayaanmu kepada pasanganmu sudah tak tergoyahkan (*kecuali memang ga pantes dipercaya). Tapi di tahap ini gejala insekuritas terhadap pasangan turun drastis karena semua yang telah dilewati bersama. Perasaan cinta yang dulu menggelora juga seolah-olah hilang. Padahal selama ini kita telah menjalankan cinta, bukan hanya mengatakannya. 



Maaf ah kalau sudah terlalu sok tau, ini adalah opini pribadi, jika ada pihak yang tersinggung atau mirip dalam cerita mungkin hanya kebetulan belaka atau memang sengaja dibuat kebetulan. Trims


In order to write experimentally, you have to be willing to “affirm” your own stupidity.

-- Brian Massumi



Rabu, 15 Mei 2013

Kerja Di Media Menurut Anu




Cerita ini terjadi suatu hari di bis. Bukan menguping pembicaraan antara si Anu dan si Itu, tapi terdengar dengan jelas padahal pembicaraan kedua orang ini ada 2 bangku di bis. 

Anggap saya duduk di bangku baris 13 bangku kedua dan si Anu duduk di baris 11 bangku 5 dan si Itu duduk di baris 12 Bangku ke 4.

Oiya, itungan bangkunya mayasari itu 1-2 lalu kepisah jalan lalu baru bangku 3-4-5 dihitung dari kiri ke kanan.

Sejauh ini mungkin udah bisa dibayangkan kenapa saya bisa mendengar pembicaraan mereka. IYA SOALNYA DUDUKNYA DEPAN BELAKANG BUKAN KIRI KANAN !!

Dan sampe sekarang pun masih heran hasrat ngobrol setinggi apa sampe yang bikin itu dua olang ngotot ngobrol K 

Percakapannya akan langsung gw tulis tanya jawab tanya jawab aja. Ini berdasarkan ingatan dan ketikan cepet gw aja atas pembicaraan mereka. INI PERCAKAPAN GA PENTING AMPE GW TIKPET LOH !!!

Oiya, gw juga ga sadar pembicaraan mereka pas awal-awal. Baru ngerasa pas gw lagi mau ngetik dan keganggu. Brengsky emang di bis kenceng-kenceng ngobrolnya.

Tapi gpp, paling ga gara-gara si Anu dan si Itu gw jadi bisa nulis blog. Hahaha

Itu :Eh lw ga jadi keluar ? waktu itu katanya mau keluar pas gw ajakin kerja di radio

Anu : Ga ah, enak kerja sekarang, di media bisa deket sama pejabat-pejabat.

*Disini kuping yang sensitif ini langsung memusatkan pendengaran ke pembicaraan si Anu dan si Itu*

Anu : Iya kemaren aja pas musrenbang Bekasi, wah disana itu semua pejabat kumpul, enak deh. Makanya gw seneng di kerjaan yang sekarang ini

Itu : Emang siapa aja yang hadir ?

Anu :Ada pak pepen, ada wakilnya, ada *selanjutnya adalah nama-nama jabatan yang ga bisa gw identifikasi terkait keterbatasan IQ*

Anu melanjutkan omongannya.
Dia posisinya di depan, dan harus nengok kebelakang sambil ngomong ama Itu. Coba kalo gw yang duduk sebelahnya Anu, gw keplakin gara-gara berisik K

Anu : iya waktu acara itu aja dikasih pak Pepen 200, trus dikasih pak wakil 100, dikasih itu 100, kayaknya gw dapet sehari itu 500.

Itu : dapet apaan?

Anu : iya dikasih duit. Itu diluar gaji yah.

Itu : Gaji lw berapa emang sih disana?

Anu : mmmmmmhhh, lumayan lah.

Itu : Lw akrab ya sama pak Pepen?

Anu : Akrab kok, kalo sabtu minggu kadang-kadang anak-anak suka kerumahnya main-main.

Itu : Itu emang suka ngasih duit gitu aja?

Anu : Iya, gw juga kalau lagi ga punya duit minta ke dia. Waktu itu gw bilang gini, pak lagi ga punya uang nih buat ongkos, anak-anak juga ga ada. Eh langsung dia suruh ajudannya ambil uang di mobil gini katanya “kamu urusin mereka nih lagi ga pada punya uang,” gitu. Akhirnya kita dikasih den 200 ribu seorang.

Itu : ioya? Enak dong ya

Anu : Iya, kita juga kalau lagi ga punya duit main aja kerumahnya. 

Itu : Hari biasa gitu ?

Anu : Ya enggak lah, hari sabtu minggu pas beliau ada dirumah. Kalau hari biasa kan dia mengayomi rakyatnya.

Itu : trus kalo main kerumahnya ngapain aja ?

Anu: Ngobrol-ngobrol aja ama anak-anak kan rame-rame kesananya. Trus nanti pulangnya dikasih deh sejuta satu orang.

*lalu dia beberapa saat, mungkin kehabisan bahan obrolan*

*lalu tiba-tiba si Anu memamerkan BB nya kepada si Itu yang duduk dibelakangnya*

Itu : ini mantan menteri itu kan ya?

Anu : Iya, menteri olaharaga. 

Itu : kok bisa punya BBM nya?

Anu : Waktu itu kan gw wawancara sama dia, trus pulangnya gw dikasih duit Gope deh sama dia.

Itu : Ooooooooh gitu

Anu : Iya enak kalau wawancara orang kayak gitu. Tapi paling males mah kalo wawancara kapolsek. Ga ada duitnya. Males gw kalo wawancara kayak gitu mah.

Itu : ga ada duitnya gimana?

Anu : iya kalau kapolsek mah paling 50 doang, paling banter 100. Kalau Kapolres lumayan lah.

*pembicaraan terhenti karena udah sampe Komdak dan penumpang pada turun*

*Sekian*

Minggu, 07 Oktober 2012

Kenapa Protes Macet??

Hahaha saatnya kita berbicara masalah macet, satu sesi sendiri.



Pertama mohon maaf atas tata bahasa yang kacau atau pemilihan kata yang kurang tepat dalam kalimat kalimat berikut dibawah ini. 

Baiklah kita mulai dari macet, tentunya tau kan macet ya... Penduduk Jakarta akrab kali sama kata satu ini, ga pandang waktu pagi, siang, sore, malem bahkan jam 2 dinihari daerah semanggi arah cawang masih macet.......

Buat yang bandung mungkin ngerasain juga terutama yang tinggal di K*opo (seolah disamarkan padahal...) Apalagi kalau weekend, banyak amat berseliweran di timeline saya yang kebetulan banyak orang bandung semasa kuliah protes tentang mobil plat D yang banyak masuk ke area kekuasaan mereka. Nanti lah ya soal masalah ini kita tuliskan secara jantan. 

Mungkin beberapa kota besar lainnya juga ngalamin macet, tapi kalian harus tau separah-parahnya macet di kota-kota lain itu belum setengahnya jakarta disaat lenang di hari biasa. 

Lalu apa yang bikin jakarta padat? Penduduk jakarta malam hari secara keseluruhan 6 juta orang tapi siang hari ada sekitar 12 juta. Artinya ada 6 juta orang yang masuk, beraktivitas, nyari kerja, ngemis, dagang, numpang cari wc umum di Jakarta. 

Data tadi belum di konfirmasi lagi jika ada yang ga males search google tolong kasitau saya berapa pasnya, tapi keadaan seperti itu benar adanya. 

Jadi apa solusinya? Jalan tol? akan ada penambahan 6 ruas jalan tol dalam kota Jakarta yang bisa mengurai kemacetan. Yassalam, program apaan lagi ini. 

Emang rasio jalan jakarta ini masih kurang dari kapasitas wilayahnya. Saat ini menurut data kementrian pekerjaan umum jalan di Jakarta cuma 6 persen dari keseluruhan total wilayah, padahal kota yang baik itu jalannya minimal 11 persen dari total wilayah.

"Lalu kenapa ga bisa bikin jadi 11 persen?" Ini pertanyaan yang amat bagus karena gw udah nyiapin jawabannya =))

Untuk luas Jakarta secara keseluruhan Jakarta butuh seukuran lapangan monas buat nambahin persentase jalan 1 persen. "Lalu kenapa ga bertindak?"

Emang dipikir bebasin lahan segitu gampang ya? Masyarakat punya hak buat mempertahankan tanahnya. Apalagi harga tanah jakarta udah ampun-ampunan. Mengutip kata dirut Jasa Marga "Anda punya duit berapapun ga akan bisa bikin jalan tol lagi di Jakarta dengan mudah," gituh katanya. 

pembangunan jalan nasional dan jalan tol pun sekarang ini bukan solusi. Jasa Marga punya pengalaman soal ini. Beberapa tahun lalu jalan tol Jakarta-Cikampek itu cuma 2 lajur masing masing arah. Karna ekonomi Karawang, Bekasi, dan Cikarang mulai tumbuh jadi macet banget apalagi di jam sibuk. 

Jasa Marga lebarin jalan, dari 2 jadi 4 lajur masing-masing. Alhamdulillah jalanan lancar. Tapi itu dulu, liat sekarang. Pagi hari dari bekasi timur ke arah cikarang udah mulai padat merayap. 

Kemacetan di pintu tol dalam kota pun sama, jadi macet parah karena 4 jalur Jakarta-Cikampek berubah jadi 2 jalur tol dalam kota. Istilahnya bottlenecking. 

macetnya jakarta sekarang ini pas kayak orang mau nonton bola di senayan tapi yang dibuka cuma tiga pintu dan yang nonton mbludak. Ya yang ada injek-injekan dorong-dorongan. Cuma karna yang antri mobil jadinya agak kalem aja, pada ga asuransi kali yes. 

Mungkin jalan keluarnya pintu masuknya diperbanyak atau orang yang masuk stadionnya dikurangin. Tapi tampaknya menambah pintu masuk tampaknya adalah hal mustahil karena percuma pintu masuknya banyak kalau dalam kota jalurnya segitu aja dan ga mungkin lagi nambah jalur dalam kota. 

Banyak orang protes kenapa jalan tol udah bayar tapi masih macet juga. MENURUT NGANA SIAPA YANG BIKIN MACET?!!

Temans, buat bikin jalan tol ga macet itu bukan dengan cara membayar. Masuk jalan tol dan berharap lancar tapi semua orang bawa mobil satu-satu? Tetap bermimpi aja jakarta dan jalan tol bebas macet. 

Jadi?? Nah bingung kan. Kondisinya emang serumit itu. 

Itu baru keadaan kota ya, belum dari yang masuk konser. Orang-orang yang masuk konser ini adalah orang yang enggan untuk bersusah-susah ria. Orang yang ingin selalu aman, nyaman, dan ingin punya area pribadi di area publik. 

Orang yang selalu protes dikala macet parah padahal dia sendiri yang berkontribusi atas kemacetan. Dan itu kayak protes spiteng bau padahal dia ikut nanem ee disana. 

Ya emang kelas menengah selalu seperti itu. Ga peduli sama keadaan sekitar tapi protes ga jelas, ga perduli sama kemacetan, yang penting punya area pribadi ditengah area publik. 

Mungkin seru kalau semua mobil yang masuk jakarta berhak dinaiki orang lain yang searah. Jadi mobil bukan lagi sarana pribadi tapi sarana publik. Hahahaha, mungkin ga ada yang mau beli mobil kalau aturan itu beneran ada. 

Bayangin aja, tiba-tiba ada orang ngetok mobil lw dan numpang. Okeh udah ide ga warasnya. 

Untuk penanganan macet kayaknya saya bukan orang yang berkompeten untuk membahasnya. Jadi mending ga dibahas lagipula soal kemacetan banyak literatur yang bisa dibaca, dunia sekarang ini udah punya sang mahapintar Google. Silakan di cek. 

Lalu apa solusinya?

Loh gw ga menawarkan solusi, hanya menawarkan perspektif lain dalam melihat masalah. Kalau ga mau antri dan jempet2an di dalem konser ya jalannya cuma dua, kurangi yang nonton, perbanyak pintu masuk beserta perbesar ruang konsernya. 

Kita tunggu aja gimana kelanjutan jakarta baru ini. Oiya sekadar Informasi waktu itu pernah ngobrol sama profesor transportasi dari Korea Selatan dan dia bilang Mantan gubernur Tokyo yang bisa merubah Seoul jadi ramah bagi pejalan kaki dari Seoul yang transportasinya ga bisa diatur dan ga bisa diharapkan lagi diberikan reward yang besar oleh warga Korsel untuk jadi Presiden :D

Salam Olahraga


In order to write experimentally, you have to be willing to “affirm” your own stupidity.


-- Brian Massumi

Selasa, 02 Oktober 2012

Sedikit Racauan Mengenai Menggunakan Kendaraan Umum, Macet dan tentu saja Jakarta


Sejak beberapa waktu lalu saya berhenti menggunakan kendaraan roda dua saya untuk bertugas dan lebih memilih untuk memarkir kendaraan saya ditempat saya naik bis dan menuju jakarta dengan menggunakan bis. Alasan pertama saya sebenarnya sederhana, pengen coba-coba aja kerja ga bawa motor.

Mungkin rekan se profesi dengan saya juga ga membayangkan gimana profesi yang butuh mobilitas tinggi bisa dijalani dengan naik mobil umum.

Buat saya pada awalnya tak terbayang, bagaimana harus mengatur waktu diperjalanan sedangkan ada kalanya harus berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya yang letaknya tidak dekat secara mendadak. Namun setelah beberapa bulan mencoba saya mulai terbiasa mengatur ritme pekerjaan saya.

Memang ada kalanya saya datang terlambat ke suatu acara dan itu terjadi beberapa kali, bukan hanya sekali. Tapi kenapa saya ngotot untuk tetap tidak membawa motor saya dari Bekasi ke Jakarta?
Coba liat gambar diatas, cukup alasan buat naik kendaraan umum kan?

Coba kita uraikan satu persatu alasannya. Pertama, angkutan yang saya gunakan cukup nyaman, patas ac yang dengan sedikit strategi saya selalu bisa duduk dengan manis.

Perlu dijelaskan lebih lanjut mengenai saya yang duduk ini sedangkan banyak wanita yang berdiri. Pertama seringkali saya perlu waktu untuk mengerjakan tugas pada saat berangkat kerja ataupun pulang, dan di bis ini menjadi kesempatan untuk menggarap bahan berita yang akan diselesaikan. Sayangnya ini tidak bisa dilakukan dengan berdiri karena seringkali saya harus menggunakan dua buah handphone bersamaan, yang satu mendengarkan rekaman dan yang lainnya mencatat.

Lagipula saya adalah pendukung emansipasi wanita dan kesetaraan gender. Agak heran juga soal ini tapi bakal melenceng juga kalau dibahas sekarang. Jadi saya putuskan dengan ego saya itu akan dibahas kedepan jika memang masih bersemangat dan yang paling penting ingat. Kalau ada yang mengingatkan ya bagus sekali.

Jadi intinya saya menganggap wanita itu kuat (kecuali yang hamil, nenek-nenek, membawa anak kecil, dan yang sakit). Jadi selain kriteria tersebut silakan meminta untuk duduk jika memang ingin duduk, jangan maunya disuapin mulu ah, lelaki sekarang udah brengsek semua termasuk saya.

Itu alasan pertama. Alasan keduanya kenapa saya lebhi senang naik angkot karena di bis itu ada penumpang lain. Namun bukan berarti nyari kenalan di bis tiap hari ya :|

Entah kenapa senang bisa melihat muka-muka para pekerja yang naik bis. Ekspresinya rupa-rupa dari mulai yang lelah dan ngantuk, yang cemberut, yang senyam senyum sendiri baca BBM, yang sibuk bikin berita (loh curhat ini, coret!) Ada juga yang termenung.

Dari sini bisa disimpulkan bahwa memperhatikan orang lain itu nikmat sodara-sodara. Bahkan SBY pun saya perhatikan dengan seksama waktu lagunya dimainkan oleh Lea Simanjuntak yang bikin lagu SBY ngalahin lagu The Earth Song- M Jackson. Makasih tuh pak ama Lea. Okeh mulai melipir lagi. Mari kembali lagi komandan.

itu yang kedua, yang bertengger di urutan ketiga karena beban mental yang dibawa ketika naik bis dan angkot itu lebih rendah. Sama kayak supir pribadi, tapi kalau supir pribadi kita ambil pusing kalau mobil nabrak atau keserempet, kalau angkot atau bis tinggalin aja sambil tambain ongkos duka Rp 2000. Kok kedengeran kejam ya :|

Naik bis itu artinya menyerahkan beban mental yang mungkin didapat ketika naik motor atau mobil sendiri ke supir dan kita membayar si supir yang sudah kuat mental ini untuk merasakan penderitaan kita. Kalau di sastra semacam Hamartia namanya, tapi karna dibahas bakalan memanjang lagi-lagi kita lupakan. Toh ini bukan skripsi yang harus jelas-las.

Beban mental yang harus diterima di Jakarta itu ga sedikit komandan. Kadang untuk berada di kota yang pengguna jalannya gila kita ga bisa jadi orang waras. Coba bayangin, udah tau macet lampu merah, masi aja nglakson, udah tau ngelanggar jalan transjakarta masih aja pas transjakartanya berenti di klaksonin biar cepet jalan.
Yang terakhir itu sama aja kayak lw numpang boker dikamar mandi rumah orang tapi pas lw dateng orangnya lagi boker dan lw gedor-gedor suruh dia cepetan selesai. Kira kira seperti itulah. Ada banyak lagi, tapi nampaknya jadi cerpen kalau dituliskan satu-satu. Jadi kita bayar ongkos bis itu bukan cuma biar bawa kita ketempat yang dituju, tapi buat membebani beban kita kalau nyetir ke dia.
Alasan ketiga saya naik angkutan umum mungkin biar saya bisa ngeluh soal macet. Pernah liat kan orang yang ngeluh soal macet di twitter? Menghujat pemerintah soal kemacetan? Nyalahin gubernur lah yang  ga beres ngurusin kemacetan tapi dia pakai mobil yang isinya Cuma dia atau sama supir.
Sadar ga ya, yang bikin jalanan Jakarta itu makin padat ya orang-orang kayak dia yang pake mobil sendiri dan modalin anaknya pakai mobil sendiri padahal isinya Cuma satu orang. Semua orang Jakarta dan sekitarnya itu berharap punya mobil dan motor dan kalian masih ngarepin jalanan ga macet? Udah pada gila kali.
Soal kemacetan ini tampaknya harus dibahas lain kali. Huft. Bisa tambah panjang ini pencitraan gw…….
Alasan yang keempat adalah Transjakarta. Gw memandang Transjakarta sebagai savana di padang pasir, perawan disekeliling lelaki lanang #loh
Ya begitulah, transjakarta itu salah satu hal normal ditengah kegilaan Jakarta. Walau kadang jadi kurang manusiawi pas jam berangkat dan pulang kerja terutama di koridor tertentu yang kekurangan armada. Jujur kalau melihat kepadatan transjakarta di pagi dan sore itu menakjubkan. Ga heran orang berebut sesuatu yang normal daripada naik yang gila.
Iya Transjakarta bisa bawa kita kemana aja hampir di seluruh jakarta. Karena transjakarta inilah saya yakin bisa make kendaraan umum bukannya bawa motor. Omong-omong kenapa burung transjakarta bijinya tiga?? 
Segitu dulu ah. Nanti kapan-kapan jika ada permintaan kita teruskan lagi tulisan ini, masih banyak pencitraan lain yang siap saya bentuk. Maaf atas ketidak konsistetan saya menggunakan kata gw, saya, lw, anda dan lain sebagainya, maaf jika ada salah-salah kata maklum diketik di hape sembari menunggu bis ini mengantarkan saya sampai tujuan.


In order to write experimentally, you have to be willing to “affirm” your own stupidity.



-- Brian Massumi

Sabtu, 28 April 2012

Menulis Untuk Diri Sendiri



Ide ini terbesit pertama kali ketika pacar saya (terpaksa disebut) agak marah, atau marah, atau mungkin marah sekali ketika saya bales sms dia dengan singkat-singkat. Situasi saat itu emang lagi kerja. Balesan dari pacar saya ini adalah "Itu ngetweet bisa,". Tetooot #kemudianhening

Jujur itu bikin saya terus mikir. "Oiya ya, kenapa ya? kenapa ngetweet itu lebih penting daripada bales sms pacar saya," (tuh kan kesebut lagi). Karena jujur waktu kerja emang ngetweet itu lebih semangat daripada bales sms dari...............dia ( pake kata ganti biar ga dibilang sombong punya pacar :| ).

Baiklah, sampe sini mau nanya. "Ada yang merasakan hal yang serupa? Entah di posisi saya atau...........dia.

Entah kenapa saya masih terus penasaran kenapa bisa sampe saya merasa kayak gitu. setelah berlalu sekitar sebulan, dua bulan, tiga bulan akhirnya semua lupa dan ga dibahas lagi. The End.



Loh?

kok udahan.

Baiklah, kita lanjut. Ternyata setelah saya piirkan matang-matang permasalahannya ada pada. "Untuk siapa saya menulis". Itu kesimpulan saya yang sangat sederhana.

Lalu apaan itu untuk siapa saya menulis?

Gini, kita balik ke fakta kalau manusia itu adalah makhluk sosial. Ga ada yang bantah soal ini. Oke, manusia sebagai makhluk sosial kita simpen.

Selanjutnya kita beranjak ke alasan kenapa twitter bisa sukses sampai kayak sekarang. Apa karna promosi? Banyak artisnya? Bisa update status walau cuma 140 karakter tapi buat yang ngotot nulis panjang dan ga mau pindah ke Facebook bisa pake twitlonger, atau apa ya.

Kalau dulu saya suka mikir kalau twitter itu adalah semacam ruangan besar. Sebut aja kelas. Coba dibayangin, dalam satu kelas itu kita bisa ngatur siapa aja yang ada dalam kelas itu. Enak kan? Kita bisa seenaknya memasukkan orang kedalam kelas kita untuk kita dengar apa pendapatnya. Kalau ga suka dengan omongan orangnya? ya gampang, unfollow aja, keluarin aja dari kelas, selesai perkara.

Liat kan betapa hebatnya twitter. Tanpa mesti nunggu untuk orang konfirmasi untuk bilang "Mau masuk dalem kesal gw ga?".
*nb: kecuali kalo akunya digembok ya

Kembali lagi ke kelas. Dalam kelas ini kita bisa seenaknya masukin orang yang jago banyol, temen sekolah, temen SMP, temen SMA, temen kuliah, orang yang minta follback*, akun resmi event, klub bola, bulutangkis, sampe bot pun bisa kita msukin. Itu semua terserah mau kita.

NAAAH, trus korelasinya dimana? Sama makhluk sosial itu?

Ini definisi arti kata "sosial" dari KKBI yang bisa diakses di KBBI kalau males buka Google dan search KBBI online.

so·si·al a 1 berkenaan dng masyarakat: perlu adanya komunikasi -- dl usaha menunjang pembangunan ini; 2 cak suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma, dsb): ia sangat terkenal dan -- pula; ke·so·si·al·an n sifat-sifat kemasyarakatan (sifat suka memperhatikan umum, suka menolong, dsb): krn perasaan -- nya, beliau selalu disukai orang dl pergaulan

Intinya, sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan yang namanya Komunikasi, artinya ada di bawah ini daripada nanti dibilang sok tau tentang komunikasi :D

ko·mu·ni·ka·si n 1 pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yg dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak; 2 perhubungan;
-- dua arah komunikasi yg komunikan dan komunikatornya dl satu saat bergantian memberikan informasi; -- formal komunikasi yg memperhitungkan tingkat ketepatan, keringkasan, dan kecepatan komunikasi; -- massa Kom penyebaran informasi yg dilakukan oleh suatu kelompok sosial tertentu kpd pendengar atau khalayak yg heterogen serta tersebar di mana-mana; -- sosial komunikasi antarkelompok sosial dl masyarakat;
ber·ko·mu·ni·ka·si v mengadakan komunikasi; berhubungan;

Bisa dibilang begini hubungannya Makhluk Sosial > Butuh Komunikasi > Butuh Mendengar > Butuh Didengar

Dari uraian ngaco diatas lalu apa hubungannya sama kelas? sosial? tweet? bales SMS? nah loh......... :| :| :| :| :| :| :| :| :|

Sebenernya bukan di kelas itu yang bikin saya jadi lebih senang bikin sebuah kicauan di twitter daripada harus membalas sms dia. :)) *hampir menyebutkan kata pacar lagi*

Yang bikin ngetweet itu menyenangkan mungkin adalah Perasaan dimana kita itu didengarkan.  Ya didengarkan. Manusia sebagai makhluk sosial butuh untuk didengarkan disamping mendengarkan. Disamping mempunyai kelas yang bisa kita isi dengan orang yang kita mau saja, kita juga bisa masuk ke dalam kelas-kelas orang lain untuk didengarkan.

Caranya? ya masih seperti yang tadi, ada orang lain yang menganggap kita lucu, aneh, menyedihkan, teman, sahabat, teman SMP, teman SMA, teman kuliah dan yang kita bilangin Follbek dong kaka :| :| :| :|

Ya, paling ga dibalik semua itu kita jadi tau kalau kita didengarkan. Didengarkan ini rupanya membuat kita menjadi emrasa berharga. Oleh karena itu saat mendesak pun kita masih menyempatkan diri buat didengarkan.

Coba deh, pasti pernah di timeline anda ada aja yang kayak gitu. Ngetweet dikala kerja, saat mancing, liburan, makan, ee, sampe rumah. Mungkin ga sedikit orang yang protes "Itu ngetweet bisa, kok bales sms ga bisa,".

Kesimpulan saya sampai ke: "Ya karna ngetweet itu untuk diri sendiri, untuk saya, yang lebih saya sayangi dari anda, untuk kepuasan diri saya sendiri, bukan untuk orang lain. Karena ada kalanya seseorang ingin didengar oleh banyak orang."

Didengar oleh banyak orang. Itulah harapan hampa yang diberikan twitter :)) seolah-olah semua orang membaca kicauan kita dan membuat kita terus menerus ingin didengarkan. Lalu apa yang salah? Tidak ada yang salah, yang ada mungkin cara pandang masing-masing kita yang berbeda :)

In order to write experimentally, you have to be willing to “affirm” your own stupidity.




-- Brian Massumi

Minggu, 08 April 2012

Kebahagiaan tidak menular, tapi membekas

Taman Kodok, Menteng
Ini awal dari tema dari blog saya kali ini. Inspirasinya datang ketika sepulang bertugas melewati sebuah taman yang menurut saya sedikit aneh namanya. Taman Kodok. Pertama kali membaca kalau taman ini dinamai taman kodok saya agak sedikit mengernyitkan dahi. kenapa taman kodok? Apakah sudah kehabisa sebuah nama untuk taman?

Baiklah, sampai disiti saja mengenai keheranan atas taman kodok ini. kita lanjut ke permasalahan utama.


Disamping adalah salah satu spot di Taman Kodok. Letaknya di pinggir jalan dekat lampu merah. yang unik dari bulatan-bulatan ini ternyata bisa mengeluarkan air dari lubang-lubang yang ada di dalam lingkaran dengan diameter sekitar 1,5 M.

Ini pertama kalinya saya tahu kalau ternyata di taman itu memang ada hiburan seperti itu. Namun kalau hanya itu saja rasanya biasa-biasa saja. toh banyak juga yang seperti itu.

Yang membuatnya menjadi tidak biasa ketika saya berhenti di lampu merah di samping lokasi ada 2 orang anak kecil umur 3-4 tahun. Laki-laki dan perempuan. Mereka dari seberang jalan berlari kesenangan ketika melihat air mancur keluar dari lubang-lubang yang tidak beraturan tersebut.

waktu itu masih sekitar pukul 4 sore. Belum ada nyala-nyala lampu seperti pada gambar. Yang ada hanya 2 anak kecil berlari-lari melihat adanya kegembiraan yang menunggu mereka di air mancur tersebut.
Bukan anak kecil namanya kalau tahu malu. Itu juga yang saya alami ketika mengajak adik saya berbelanja ke pusat perbelanjaan dan dia berteriak-teriak seolah-olah pusat perbelanjaan itu isinya saudara dan kerabat kita semua.

Baiklah kembali lagi ke anak kecil di taman Kodok. Kedua anak kecil tersebut langsung berdiri ke tengah lingkaran tersebut dan menebak lingkaran mana yang akan keluar airnya. Karena tidak jelas bulatan kecil yang mana yang akan mengeluarkan air setelah yang mana.

Mereka tertawa riang, bersorak-sorak seolah para pemakai jalanan adalah kerabat dan saudara mereka, persis seperti adik saya yang berteriak-teriak di pusat perbelanjaan. Tidak perduli mereka dengan keadaan sekitar. Mau ada yang tertawa, prihatin terhadap mereka, dan kasihan karena tidak punya tempat bagus untuk main air sekelas Water Bom. Apa mereka peduli? Saya rasa tidak. Bahkan ketika ada sekelompok anak muda yang memegang kamera DSLR mendekati mereka untuk mengabadikan momen tersebut mereka tidak sedikitpun memperdulikannya.

Yang mereka perdulikan saat itu hanyalah dari lubang mana air itu akan keluar sehingga mereka bisa berdiri di atasnya dan tersemprot oleh air mancur tersebut. Sehabis itu ya tentu saja tertawa sekencang-kencangnya sambil mengimbau temannya karena hal itu mengasikkan. Temannya juga melakukan hal yang serupa.

Mereka memakai baju lengkap, tak perduli apakah esok maish ada baju lagi atau tidak. Begitu melihat adanya kesempatan untuk bersenang-senang tidak ada yang perlu di khawatirkan lagi. Mereka bersenang-senang seakan tiada hari esok untuk bermain. Habiskan seluruh tenang, persetan dengan hari esok. Pernah liat anak kecil main dengan sendirinya dan selesai sebelum permainan selesai? Mungkin ada, bagi mereka yang sudah berumur 5 tahun keatas dan sudah termakan rayuan orang tuanya yang mengatakan "Udahan mainnya nanti capek, sakit ga bisa sekolah loh,".

Begitulah, kadang orang tua suka menukarkan kegembiraan anaknya saat ini dengan ancaman tidak bisa merasakan kegembiraan esok harinya.

Baiklah sudah mulai melenceng. Bukan point itu yang saya ingin garis bawahi. Melihat anak kecil bermain itu ternyata saya yang kebetulan sedang lewat dan protes karena waktu itu hari Jum'at saat dimulainya long weekend tapi masih harus menyelesaikan pekerjaan jadi tersenyum sendiri. Tentu tersenyum karena tingkah sepasang anak kecil tersebut. Entah kenapa kebahagiaan mereka seperti menular kepada saya. bahkan sampai sekarang setelah 4 hari momen menunggu lampu merah sekitar 2 menit itupun masih terbekas. Jika ada judul film 3 hari untuk selamanya, mungkin ini adalah 1 menit untuk selamanya. Oke stop, agak berlebihan sampai disini.

Yang menarik adalah momen tersebut masih hinggap di kepala saya sampai sekarang. Jujur saya hendak menuliskan hal ini dari 4 hari yang lalu. Tapi tak kunjung kesampean. Yang mengagumkan adalah biasanya kehilangan ide kalau menunda diri untuk menulis. Tapi tidak dalam hal ini. semakin hari semakin banyak yang ingin ditulis. Semakin ditulis semakin banyak ide berdatangan di kepala.

Baiklah, udah mulai meracau lagi. Langsung ke permasalahan.

Pertanyaan saya dalam beberapa hari ini kenapa kedua anak kecil itu bisa sampai mempengaruhi perasaan saya. Sampai saat saya menulis ini pun saya masih tersenyum membayangkan kegembiaraan dia anak kecil tersebut.

Mungkin ini yang disebutkan oleh beberapa orang kalau kebahagiaan itu menular. Sama seperti bersin.
mungkin bisa dilihat di tautan ini tulisan Andrie Wongso Kebahagiaan Itu Menular. Namun bukan hanya itu. Menurut saya energi positif yang diberikan oleh kedua anak kecil itu sangat mempengaruhi sekitarnya. Mereka tidak terpengaruh oleh lingkungan sekitar mereka. sebaliknya, lingkunganlah yang terpengaruh oleh mereka. Semua mata pengendara, pejalan kaki, pengunjung minimarket sebelah jalan, dan para tukang ojek menatap mereka.

Mungkin ada sebagian yang senang melihat anak kecil tertawa. Mungkin ada yang iri dengan mereka karena mereka bisa main air dengan bebas sementara ada anak kecil yang kalau mau main air harus di kolam renang.

Mungkin kalau adik saya yang kecil melihatnya dia akan merasakan itu. Atau kalau ibu saya melihatnya dia akan memikirkan "ya ampun itu anak kecil ga takut sakit ya main air sembarangan gitu,". Sok tau? Tentu saya tahu jalan pikiran orang yang sudah tinggal bersama selama 23 tahun.
loh kok jadi makin kacau nyinggung-nyinggung orang tua??

Baiklah kembali lagi ke jalan yang benar. Belajar dari keberhasilan kedua anak kecil itu saya berkesimpulan bahwa benar adanya kalau kebahagiaan itu menular. Bahkan mungkin ketika sepasang anak kecil itu sedang menangis efeknya masih terasa kepada orang yang tertularkan.

Ya seperti itulah kebahagiaan. Pernah mendapatkan pemimpin yang bersemangat? Apa punya pemimpin semangat itu membuat anda menjadi semangat bekerja? enggak juga. tapi paling tidak punya pemimpin yang semangat itu memberikan harapan lebih untuk kelompok.

Andai di setiap waktu dan tugas setiap orang bisa mengeluarkan kebahagiaan seperti sepasang anak kecil tersebut tidak akan ada orang yang mengeluh. Tentu tidak akan ada orang mengeluh sakit karena menghabiskan tenaganya seolah-olah tiada hari esok untuk bermain lagi.

Ada yang punya pengalaman yang sama? mari dan silakan berbagi :)

Selamat berhari Senin kawan. Walaupun tulisan ini tidak bisa memperbaiki pekerjaan anda, keuangan anda paling tidak bisa mempengaruhi semangat pikiran anda kalau bersenang-senang bisa dimanapun, bahkan ditempat yang dibilang jorok dan banyak penyakit. apalagi kalau ditempat yang banyak uang dan ada Office Boy yang menjaga kebersihannya 24 jam :D
Selamat berhari senin, selamat makan siang